
JAKARTA, iNews.id – Istilah “korupsi politik” tidak dikenal dalam hukum positif Indonesia sampai dengan 2015. Istilah tersebut baru muncul secara resmi setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Putusan No. 1261/Pid.Sus/2015 yang menghukum Anas Urbaningrum dalam tindak pidana korupsi.
Putusan lain, mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani juga disebut sebagai pelaku korupsi politik. Oleh sebab itu di dalam khasanah hukum pidana Indonesia sekarang sudah ada term korupsi politik.
Istilah “korupsi politik” ini dibahas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menjadi keynote speaker pada dialog publik tentang “Korupsi Politik di Negara Moderen” yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Padang (UNP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Padang, Sumatera Barat, Selasa (25/9/2018).
Dalam dialog yang dihadiri oleh rektor, dekan, dosen, dan sekitar 1.000 mahasiswa itu, Mahfud menerangkan bahwa korupsi politik adalah korupsi yang dilakukan dengan menggunakan kedudukan dan pengaruh jabatan politik untuk memanipulasi APBN/APBD sehingga merugikan keuangan negara.
BACA JUGA: Mahfud MD Beri Kuliah Umum di Unhas, Mahasiswa Membeludak
Korupsi politik juga mencakup penerimaan dana atau fasilitas yang menggunakan pengaruh jabatan atau kedudukan politik meskipun tidak merugikan keuangan negara, seperti suap dan gratifikasi.
Pelaku korupsi politik bukan hanya aktivis atau pengurus partai politik tetapi juga pejabat-pejabat lain yang ada di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lain-lain.
“Pokoknya, yang menggunakan pengaruh jabatan publiknya untuk berkorupsi itulah pelaku korupsi politik,” kata Mahfud yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) tersebut.
Meskipun pelaku korupsi politik bukan hanya aktivis atau pengurus parpol, tetapi faktanya banyak melibatkan tokoh-tokoh parpol. Menurut mantan anggota DPR ini, keberadaan parpol merupakan perintah konstitusi sebagai salah satu instrumen demokrasi.
Karena itu, kata Mahfud, sistem parpol harus ditata ulang agar lebih mendukung pemberantasan korupsi. Menurutnya, Konferensi Hukum Tata Negara II 2016 di Universita Andalas Padang dan Indonesia Corruption Watch (ICW) telah merekomendasikan parpol dibiayai oleh negara dan dibolehkan melakukan bisnis asal wajar dan mengikuti aturan dalam hukum bisnis.
“Adanya parpol adalah keniscayaan demokrasi dan perintah konstitusi. Oleh sebab itu parpol harus dibina melalui rekayasa hukum, bukan dilemahkan posisinya di dalam kehidupan politik nasional,” kata Mahfud.
Selain dihadiri oleh Rektor UNP Prof Ganefri, dialog publik yang disambut antusias dan meriah itu dihadiri pula oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan aktivis ICW Donal Fariz sebagai narasumber.
Editor : Zen Teguh
https://www.inews.id/news/read/258813/mahfud-md-tata-ulang-sistem-kepartaian-untuk-atasi-korupsi-politik
No comments:
Post a Comment