
Kasus yang kini tengah ditangani oleh Unit Renakta Subdit IV Ditreskrimum Polda Jatim itu, terbongkar saat para wali murid mengadakan pertemuan pada 3 April 2019.
Kasubdit IV Renakta, AKBP Festo Ari Permana mengatakan dalam pertemuan itu salah satu wali murid mengungkapkan bahwa anaknya mengalami tindak pencabulan oleh kepala sekolah.
Dari pengakuan tersebut, masing-masing wali murid kemudian menanyai anak didiknya. Ternyata korban pencabulan AS tak hanya satu orang, melainkan enam orang. Hasil penelusuran bahkan terungkap bahwa aksi AS dilihat langsung oleh banyak anak.
"Memang benar ada yang menjadi korban pencabulan oleh tersangka AS, dan menurut keterangan korban perbuatan tersangka AS juga disaksikan oleh teman-temannya," kata Festo, di Mapolda Jatim, Jumat (5/7).
Dari hasil pemeriksaan polisi, modus operandi pencabulan yang dilakukan AS adalah dengan meremas kemaluan korbannya. Sementara dalam tindak kekerasannya, tersangka memukul korbannya dengan pipa paralon.
"Modus operandinya, Tersangka memukul punggung korban dengan pipa paralon. Dan memegang dan meremas kemaluan korban saat korban sedang berwudu dan berzikir. Dilakukan di sekolah, di kelas, di tempat wudu, di musala," katanya.
"Dari beberapa korban, yang sementara kami identifikasi ada enam orang anak ini satu sama lain sama-sama mengetahui apa yang dilakukan oleh tersangka terhadap anak-anak ini. Dari proses ancaman hingga tindakan pencabulan," kata Festo.
Akibat perbuatannya, tersangka terancam jeratan pasal 80 dan atau pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Korban Dapat Pendampingan
Lembaga pemerhati dan perlindungan anak, Surabaya Children Crisis Center (SCCC) mmelakukan pendampingan penuh terhadap enam orang anak yang menjadi korban AS.
Ketua SCCC, Edward Dewaruci mengatakan salah satu bentuknya adalah mendampingi proses pemulihan secara psikologi dan penanganan traumatik."Kalau di Pemkot Surabaya sistem perlindungan anaknya masih berjalan. Ada tim pemulihan, kalau di Polda ada PPT untuk pemulihan. Ini harus menjadi perhatian, karena luka anak-anak bisa terbawa," kata Edward saat ditemui di Mapolda Jatim, Surabaya.
Edward mengatakan perilaku AS mencoreng wajah lembaga pendidikan, apalagi hal itu justru terjadi di sekolah, tempat di mana anak-anak seharusnya mendapatkan jaminan keselamatan, perlindungan, dan terpenuhinya seluruh hak-haknya.
Berdasarkan catatan SCCC kata Edward, adalah kasus yang terbesar di sepanjang 2019. "Kalau untuk tahun 2019, pelaku ini dengan jumlah korban yang cukup banyak, lebih dari 5 itu," ujar dia. (frd/wis)
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190705155638-12-409478/kepala-sekolah-di-surabaya-cabuli-enam-siswa-smp/
No comments:
Post a Comment