Israel menganggap kunjungan empat hari oleh Duterte dan menteri-menterinya sebagai kesempatan untuk berterima kasih kepada Filipina karena menyelamatkan kaum Yahudi saat Holocaust terjadi serta mendukung kemerdekaan Israel.
Pariwisata, isu ketenagakerjaan dan pertahanan juga termasuk ke dalam agenda pembahasan, serta isu peningkatan hubungan Filipina-Israel, dua negara yang punya kedekatan dengan Amerika Serikat.
Beberapa ahli Israel juga mencemaskan rencana Duterte untuk menghadiri acara penghormatan korban Holocaust.
Pada 2016, dalam sebuah konferensi pers untuk menjawab kritikan bahwa dirinya bisa menjelma seperti Adolf Hitler, Duterte mengatakan dirinya akan dengan senang hati membantai para pengguna narkoba seperti halnya yang terjadi saat genosida kaum Yahudi.
Pada Juni, Duterte menyebut Tuhan dengan kata "bodoh" dan berulang kali menyerang gereja katolik dan menyebut mereka munafik.
Di Israel, Duterte dijadwalkan datang ke Yerusalem yang menjadi rumah bagi umat Muslim, Yahudi, dan Kristiani.
"Tak ada yang bisa memprediksi ucapan yang akan ia katakan dari satu momen ke momen lainnya, sehingga kedua pihak ingin kunjungan ini berlangsung tanpa sorotan," kata seorang pejabat yang terlibat mengurusi kunjungan ini, kepada Reuters.
Hanya saja, ia memiliki kesamaan dengan AS dalam hal mendukung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa Duterte akan menggunakan kunjungan ini untuk mengumumkan bahwa Filipina mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, sebagaimana yang dilakukan Trump pada Desember lalu.
"Kami mendorong Filipina untuk melakukannya, seperti halnya kami mendorong semua negara," kata seorang diplomat Israel.
"Kami tak tahu apakah Duterte akan melakukannya, tapi kami juga tidak tahu apakah dia tidak akan melakukannya."
Ernesto Abella, seorang petinggi Kementerian Luar Negeri Filipina dan mantan juru bicara Duterte, mengatakan bahwa isu pemindahan kedutaan besar Filipina dari Tel Aviv ke Yerusalem tidak pernah dibicarakan.
No comments:
Post a Comment