
"Kalau kita konsekuen mengizinkan mantan napi itu untuk menjadi caleg, silahkan saja, tidak perlu ada perlakuan diskriminatif, (penandaan) menurut saya tidak perlu dilakukan, karena sudah diputus dan itu sudah sah diputusnya. Ada kepastian hukum terkait hal itu," kata Eddy di Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/9).
Eddy juga menyebut penandaan di surat suara caleg eks napi koruptor itu tak tepat jika alasannya ingin mengedukasi masyarakat.
Menurut Eddy, masyarakat saat ini sudah semakin pintar dalam memilih. Maka dari itu, Eddy berharap agar semua caleg mendapatkan perlakuan yang sama.
Jika KPU RI tetap berkeras menjalankan wacana itu, justru kata dia akan banyak gugatan yang muncul.
"Nanti akan ada gugatan lagi, gitu loh, karena ini menyangkut hak asasi, yang hak asasinya dilanggar karena ada diskriminasi. Nanti panjang lagi kita," katanya.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edgar Siregar justru mengusulkan KPU dan kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) untuk memajang foto dan daftar nama caleg eks koruptor di tiap-tiap tempat pemilihan suara (TPS).
Hal itu ia sampaikan untuk merespon keputusan Mahkamah Agung (MA) yang merestui mantan narapidana korupsi menjadi anggota calon legislatif (caleg) di pemilu 2019 mendatang.
No comments:
Post a Comment