
Hal itu merespon peristiwa walkout SBY karena merasa diintimidasi oleh pendukung Joko Widodo-Maruf Amin saat mengikuti karnaval deklarasi kampanye damai di Pemilu 2019 yang digelar KPU di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (23/9).
"Pak SBY juga punya hak untuk marah dan kecewa. Enggak apa-apa, kita maklumi saja," ujar Antroni melalui pesan singkatnya.
Antoni berpendapat tindakan yang dilakukan oleh relawan Jokowi-Maruf, dalam hal ini relawan Pro Jokowi (Projo) merupakan bentuk antusiasme. Sebab, ia menyebut hal serupa juga dilakukan oleh pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Antusiasme relawan kedua pendukung berjalan alamiah. Selama tertib, tidak melakukan kekerasan dan vandalisme tentu itu hak mereka, tidak bisa dilarang," ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Sekretaris TKN Jokowi-Ma;ruf ini menilai KPU dan Bawaslu telah bekerja keras untuk mensukseskan acara tersebut. Hal tersebut, kata dia terlihat dari upaya KPU dan Bawaslu melarang atribut parpol di panggung deklarasi.
Ia tidak memungkiri ada bendera Partai NasDem dan Gerindra yang sempat berkibar di sisi kiri panggung. Namun, ia menyebut hal tersebut langsung ditertibkan oleh petugas KPU dan diimbau untuk dibentangkan pembawa acara.
"Ketika tamu undangan mulai bubar, baru saya lihat banyak bendera Nasdem yang memenuhi bagian depan panggung," ujarnya.
"Di luar arena acara tentu bukan tanggung jawab KPU dan partai," ujar Antoni.
Wasekjen Demokrat Andi Arief menuding massa pendukung Joko Widodo, Projo, menyerbu mobil karnaval SBY saat gelaran Deklarasi Kampanye Damai di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (23/9).
"PROJO memprovokasi pilres damai menjadi pilpres anarkis. Waktu mobil karnaval Pak SBY lewat, relawan projo teriak-teriak mendukung Jokowi dan merangsek mendekat ke rombongan SBY. SUDAH keterlaluan," ujar Andi melalui akun twitternya.
Andi mengancam akan ada tindak balasan dari kubu Demokrat jika pihak Jokowi dan aparat keamanan tidak menindak apa yang dia sebut sebagai 'penyerbuan' mobil SBY tersebut.
No comments:
Post a Comment