Sepanjang kariernya, Arswendo cukup dikenal berkat karya berjudul Keluarga Cemara yang kemudian diadaptasi menjadi sebuah sinetron pada era '90-an dan film layar lebar pada awal 2019 ini.
Ia juga menjadi sosok di balik sinetron populer lainnya seperti Ali Topan Anak Jalanan (1997-1998), kemudian Deru Debu (1994-1996), 1 Kakak 7 Ponakan (1996), Jalan Makin Membara II dan III (1995-1997), serta Imung (1997).
Sementara untuk karier menulisnya, setidaknya Arswendo telah mencatat 50 judul karya yang terkadang ia publikasikan menggunakan nama samaran seperti Said Saat dan B.M.D Harahap.
Namun di balik itu, ia juga aktif sebagai wartawan di berbagai majalah dan surat kabar.
Pemilik nama lahir Sarwendo ini pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, di Solo pada 1972. Setelah itu, ia juga menjadi wartawan Kompas serta pemimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang.
Arswendo diketahui pernah melanjutkan pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Solo, hanya saja ia tidak menyelesaikannya. Pada 1979, ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.
Selepas itu, pria kelahiran 26 November 1948 ini pernah didapuk untuk mengelola tabloid Bintang Indonesia usai menemui penerbitnya, Sudwikatmono. Ia pun berhasil menghidupkan tabloid itu.
Sayangnya, Arswendo hanya bertahan tiga tahun dan memutuskan mendirikan perusahaan sendiri T Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya tiga media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), serta tabloid Pro-TV.
Arswendo Atmowiloto berperan besar dalam dunia seni Indonesia. (dok. CNN Indonesia TV)
|
Berkat karya-karyanya, Arswendo pernah dianugerahi Hadiah Zakse atas esainya Buyung -Hok dalam Kreativitas Kompromi pada 1972. Kemudian dramanya, Penantang Tuhan dan Bayiku yang Pertama, memperoleh Hadiah Harapan dan Hadiah Perangsang dalam Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara DKJ 1972 dan 1973.
Pada 1975 dalam sayembara yang sama dia mendapatkan Hadiah Harapan atas drama Sang Pangeran. Dramanya yang lain, Sang Pemahat, memperoleh Hadiah Harapan I Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Anak-Anak DKJ 1976. Selain itu, Dua Ibu (1981), Keluarga Bahagia (1985), dan Mendoblang (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K tahun 1981, 1985, dan 1987. Arswendo pun sempat dianugerahi Hadiah Sastra Asean pada 1987.
Namun di sisi lain, karena karyanya pula Arswendo pernah dipenjara. Pada 1990, ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi tabloid Monitor, ia ditahan dan dipenjara karena satu jajak pendapat.
Kala itu, Tabloid Monitor memuat hasil jajak pendapat tentang siapa yang menjadi tokoh pembaca. Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11. Sebagian masyarakat Muslim marah dan terjadi keresahan di tengah masyarakat. Arswendo kemudian diproses secara hukum sampai divonis hukuman 5 tahun penjara.
Kini, karya-karya yang ditinggalkan Arswendo akan menjadi kenangan hingga warisan berharga bagi Indonesia. (agn/rea)
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190628120250-234-407293/arswendo-atmowiloto-tetap-berkarya-meski-sempat-icip-penjara/
No comments:
Post a Comment