"Zaman sekarang ini sudah tidak boleh bohong-bohong lagi, tidak bisa lagi bohong-bohong," ucap Luhut, Selasa (2/7).
Ia menyatakan saat ini semua bisa termonitor dengan jelas, terlebih Garuda Indonesia adalah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan begitu, jika manajemen melakukan kebohongan, lambat laun pasti akan ketahuan.
"Pasti ketahuan kalau membuat suatu kecurangan dalam proses pengambilan keputusan. Jadi kembali ke perusahaan Garuda nya," tutur Luhut.
Menurut dia, maskapai penerbangan pelat merah ini memang sudah bermasalah sejak lama. Salah satunya terkait harga tiket pesawat.
"kemudian masalah inefisiensi, kemudian masalah minyak (avtur), dan seterusnya," imbuh dia.
Rencananya, kata Luhut, pemerintah akan membantu manajemen Garuda Indonesia terkait negosiasi harga sewa pesawat yang selama ini juga berkontribusi terhadap beban biaya perusahaan. Namun, ia tak menjelaskan lebih detail proses negosiasi tersebut.
"Selama ini kami lihat belum tahu di mana semua (inefisiensi) bisa terjadi, semua pemborosan itu. Banyak kalau diurut-urut, pemerintah banyak membantu di situ," jelas Luhut.
Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan denda Rp100 juta ke Garuda Indonesia, Rp100 juta ke masing-masing direksi, dan Rp100 juta ke komisaris yang dibayar secara kolektif akibat melanggar Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang laporan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik.
Sementara itu, BEI mengenakan denda kepada Garuda Indonesia sebesar Rp250 juta karena perusahaan melanggar ketentuan Nomor III.1.2 Peraturan BEI Nomor 1-E tentang Kewajiban Penyampaian Informasi, yang mengatur mengenai Laporan Keuangan wajib disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan, dan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten.
Selain denda, OJK juga mewajibkan Garuda Indonesia untuk menyajikan kembali (restatement) laporan keuangan tahunan 2018. Kemudian, BEI turut memberikan kewajiban tersebut untuk keuangan periode kuartal I 2019.
Sebagai informasi, kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia bermula ketika dua komisaris perusahaan tak sepakat dengan manajemen yang memasukkan piutang atas kerja sama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi ke dalam pendapatan. Dua komisaris itu adalah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
[Gambas:Video CNN]
Persoalannya, perusahaan pelat merah ini belum benar-benar mendapatkan bayaran dari Mahata atas kerja sama yang dilakukan. Namun, manajemen tetap menuliskannya sebagai pendapatan, sehingga secara akuntansi Garuda Indonesia menorehkan laba bersih dari sebelumnya yang merugi sebesar US$216,58 juta. (aud/lav)
No comments:
Post a Comment