Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan nominal meterai ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dari bea meterai.
Di dalam UU sebelumnya, batas maksimal pengenaan bea meterai adalah Rp6 ribu. Namun, menurut dia, perhitungan tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini, atau 34 tahun setelah UU itu diterbitkan.
Sri Mulyani beralasan, pendapatan per kapita Indonesia terus meningkat sehingga nilai bea meterai maksimal sebesar Rp6 ribu sudah dianggap tak relevan.
Ia mencatat pendapatan per kapita Indonesia per tahun melesat dalam beberapa tahun terakhir. Pendapatan per kapita pada 2001 yang hanya mencapai Rp6,7 juta melesat 674,63 persen menjadi Rp51,9 juta pada 2017. Sementara itu, penerimaan negara dari bea meterai di periode yang sama hanya naik 262,86 persen, yakni dari Rp1,4 triliun menjadi Rp5,08 triliun.
"Maka dari itu, kami usulkan bahwa tarif meterai lebih sederhana menjadi satu tarif yakni Rp10 ribu," jelas Sri Mulyani, Rabu (3/7).
Kemudian, faktor kedua pengenaan tarif ini juga didasarkan atas jenis-jenis pengenaan dokumen yang bisa dikenakan bea meterai.
Pada aturan sebelumnya, pengenaan bea meterai untuk nilai Rp3 ribu dikenakan untuk dokumen yang mencantumkan penerimaan uang di atas Rp250 ribu hingga Rp1 juta. Sementara itu, pengenaan bea meterai untuk nilai Rp6 ribu dikenakan untuk dokumen yang mencantumkan penerimaan uang di atas Rp1 juta.
Ia menyebut pada aturan yang baru, rencananya pemerintah tidak akan mengenakan bea meterai untuk dokumen yang mencantumkan penerimaan uang dari nol hingga Rp5 juta. Pemerintah baru akan mengenakan bea meterai jika nilai transaksi di sebuah dokumen di atas Rp5 juta.
"Ini karena kami memang mendesain RUU ini demi keberpihakan usaha mikro, kecil, dan menengah. Apalagi, transaksi di bawah Rp5 juta ini akan dibebaskan dari bea meterai," tutur dia.
Namun, ia menekankan pengenaan bea meterai ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah dan masyarakat di beberapa kondisi tertentu, misalnya dokumen yang dipergunakan di masa bencana alam, kegiatan yang bersifat sosial dan keagamaan, kegiatan untuk mendorong program pemerintah, dan pelaksanaan perjanjian internasional.
"Usulan ini pun sudah kami ajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan," pungkas dia.
[Gambas:Video CNN] (glh/agi)
No comments:
Post a Comment