Pembangunan smelter sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam aturan disebutkan, perusahaan pertambangan wajib melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.
"Masih dalam proses pembicaraan (dengan bank) tetapi banyak yang minat. Mungkin sudah 15 bank kali ya yang berminat. Bank asing sama bank nasional," ujar Direktur Utama Freeport Tony Wenas di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (12/6).
Tony mengungkapkan proyek yang berada di Gresik itu membutuhkan sekitar US$3 miliar. Hingga kini, perusahaan telah mengucurkan sekitar US$150 juta untuk penyiapan proyek, termasuk kegiatan pemadatan tanah yang saat ini dilakukan.
Terkait porsi pendanaan, Tony tak merinci porsi yang akan ditanggung oleh internal dan bank nantinya. Perusahaan juga masih membuka pendanaan melalui penerbitan obligasi.
"Ini lagi dibicarakan sama banknya, jumlahnya berapa, kira-kira strukturnya seperti apa, formatnya apa, instrumennya apa," ujarnya.
Tony menargetkan konstruksi fisik bisa dilakukan mulai 2020 sehingga sebelum 2023 proyek visa rampung.
Sebagai informasi, smelter dengan kapasitas 2 juta ton itu akan dibangun di Gresik, Jawa Timur. Gresik dipilih karena dianggap paling efisien dari sisi biaya mengingat sudah ada industri semen yang dapat menyerap sisa olahan smelter serta kapasitas pembangkit listrik yang memadai.
Per akhir Februari 2019 lalu, progres proyek pembangunan smelter itu baru 3,86 persen dari kegiatan penyiapan konstruksi. Lambatnya progres salah satunya disebabkan oleh penggantian teknologi yang akan digunakan yaitu dari teknologi Mitsubishi menjadi teknologi perusahaan asal Finlandia Outotec.
[Gambas:Video CNN] (sfr/lav)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190612143606-85-402701/freeport-cari-utang-bank-untuk-bangun-smelter/
No comments:
Post a Comment