Sebelumnya, pemerintah belum membayar dana kompensasi atas selisih harga jual BBM jenis Premium dan Solar yang di bawah harga keekonomian pada 2017 dan 2018. Dalam laporan keuangan, dana kompensasi itu berperan mendongkrak laba perseroan melalui kolom piutang.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan pemerintah telah berjanji akan membayarkan kompensasi tersebut. Namun demikian, ia enggan memastikan waktu pemerintah akan mulai membayar maupun melunasi kompensasi tersebut.
"Ada (janji pembayaran kompensasi), jadi kan tergantung dari APBN itu, kalau keuangan negara. Semua yang subsidi ya begitu," katanya, Senin (10/6).
Jika pemerintah tidak bisa melunasi dana kompensasi tahun ini, menurut dia, kompensasi itu akan kembali dicatatkan sebagai piutang pada laporan keuangan tahun berikutnya. Ia mengaku hal tersebut tidak akan membebani keuangan perseroan.
"So far (sejauh ini) tidak ya. Kami ada dana sendiri," ujarnya.
Ia menyatakan besaran kompensasi telah mendapatkan persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian BUMN, Kementerian Energi dan Sumber Daya ineral (ESDM), dan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, laporan keuangan perseroan tahun buku 2018 disahkan dalam Rapat Umum Pegang Saham Tahunan (RUPST).
"Sudah oke, kemudian kami sampaikan ke Kantor Akuntan Publik (KAP) kami, finalisasi kemudian diajukan ke pemegang saham disahkan di RUPS," tuturnya.
Utang pemerintah kepada Pertamina tercatat mencapai US$2,92 miliar atau sekitar Rp41,6 triliun, dengan asumsi rerata kurs 2018 Rp14.246 per dolar AS.
Utang kompensasi pemerintah tersebut kemudian diakui dalam laporan keuangan dan mendongkrak pendapatan perseroan sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan laporan laba/rugi perseroan, piutang atas pengakuan pendapatan selisih harga terdiri dari piutang pada 2017 sebesar US$1,04 miliar dan 2018 sebesar US$1,88 miliar. Piutang tersebut sudah mengalami penyesuaian dari hasil audit BPK. Sementara dalam hitungan Pertamina sebelumnya, piutang pemerintah mencapai US$3,9 miliar.
Sebelumnya, Pertamina menghitung kekurangan penerimaan atas selisih harga penyaluran minyak solar 2018 senilai Rp25,13 triliun atau setara US$1,73 miliar. Kemudian, kekurangan penerimaan atas penyaluran Premium Non Jawa, Madura, Bali 2018 senilai Rp13,35 triliun (US$921,87 miliar). Selanjutnya, selisih harga Solar 2017 sebesar Rp18, 08 triliun (US$1,25 miliar).
Kompensasi yang berasal dari selisih harga ketetapan dengan harga keekonomian formula ini meningkatkan pos pendapatan usaha dari aktivitas operasi lainnya sebesar 428 persen dari US$740,1 miliar menjadi US$3,91 miliar.
Peningkatan pos pendapatan tersebut berkontribusi pada tumbuhnya total penjualan dan pendapatan usaha lainnya sebesar 25,9 persen dari US$46 miliar menjadi US$57,93 miliar.
[Gambas:Video CNN] (ulf/lav)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190610170352-85-402190/utang-subsidi-pemerintah-ke-pertamina-tergantung-kondisi-apbn/
No comments:
Post a Comment