Bangunan megah Perpustakaan Nasional Qatar seluas 45 ribu meter persegi karya arsitek Rem Koolhaas kini semakin ramai didatangi pengunjung, mulai dari warga lokal hingga turis.
Sejak beroperasi, buku-buku di Perpustakaan Nasional Qatar telah sering dipinjam, terutama koleksi buku anak.
Perpustakaan Nasional Qatar bukan sekadar tempat membaca buku, karena bangunan ini juga menyediakan fasilitas auditorium 120 kursi dan area acara khusus di tengah ruangannya. Pengelola perpustakaan menyebut kalau tempatnya merupakan perpustakaan gaduh.
Rancangan ruangannya serba modern, mengingatkan akan megahnya Bandara Internasional Doha.
"Semua buku yang Anda lihat di tempat ini dapat dipinjam," kata wakil direktur perpustakaan Stuart James Hamilton, seperti yang dikutip dari AFP pada Senin (24/6).
Dengan lebih dari 1 juta buku cetak dan 500 ribu edisi digital, perpustakaan yang terletak di Kota Pendidikan Doha ini merupakan yang terbesar di Timur Tengah.
Tetapi Uni Emirat Arab berusaha mengalahkan Qatar dengan Perpustakaan Mohammed bin Rashid yang berbasis di Dubai, berharap dapat menampung 1,5 juta pengunjung ketika dibuka.
Ketegangan antara UEA dan Qatar meletus pada Juni 2017, ketika UEA bergabung dengan aliansi yang dipimpin Saudi yang memberlakukan boikot ekonomi dan diplomatik di Doha, menuduhnya mendukung gerakan Iran dan Islam - tuduhan yang dibantah oleh Qatar.
"Perpustakaan telah mengajukan rencana untuk berkolaborasi dengan perpustakaan di luar wilayah dalam menanggapi embargo tersebut," kata Hamilton.
Sejak dibuka, Perpustakaan Nasional Qatar telah menggelar lebih dari 1.000 acara publik, banyak menampilkan penulis dan sarjana dari Eropa dan Amerika Utara - tonggak simbolis dalam menghadapi boikot regional.
'Tidak menyensor apapun'
Dibuka pada 16 April 2018, perpustakaan ini adalah bagian dari upaya Qatar yang kaya gas untuk mengurangi ketergantungan pada hidrokarbon dan beralih ke ekonomi berbasis pengetahuan.
Bangunan ini dirancang agar terlihat seperti lembaran kertas yang dilipat dan mempekerjakan karyawan lebih dari 39 negara, memiliki 144 ribu anggota dan telah meminjamkan lebih dari 1 juta buku.
Para ahli memperkirakan pembangunan perpustakaan ini menelan biaya sekitar US$300 juta (sekitar Rp4,2 miliar).
Di dalam, barisan rak-rak putih dibangun miring. Sang arsitek memiliki konsep bahwa buku-buku harus bisa dilihat dalam berbagai sudut.
Terdapat juga ruang baca dengan interior terbuka yang dilengkapi dengan artefak Qatar.
Qatar, tuan rumah Piala Dunia 2022, telah menghadapi peningkatan pengawasan atas kebebasan berbicara sejak menjadi negara tuan rumah.
Negara ini semakin mendapat kritik atas pengoperasian perpustakaan di wilayah Teluk yang konservatif.
Hamilton mengatakan bahwa sementara tidak ada sensor materi di perpustakaan, buku-buku harus mematuhi serangkaian standar.
"Koleksi kami ditujukan kepada pembaca - kami tidak menahan apa pun," katanya, seraya menambahkan bahwa semua penambahan baru harus memenuhi pedoman pengembangan koleksi dan tidak mempromosikan "ujaran kebencian".
"Yang tidak kami miliki dalam koleksi adalah yang tidak memenuhi standar - kami tidak membeli semuanya."
Buku mengenai LGBT tersedia secara bebas meskipun homoseksualitas ilegal di Qatar, begitu juga buku-buku politik.
"Setiap perpustakaan seperti Perpustakaan Nasional Qatar, (misalnya) Perpustakaan Umum New York, perlu mencerminkan kebutuhan dan minat penggunanya dan populasinya sehingga koleksi kami berkembang sebagai tanggapan atas apa yang diinginkan pengguna kami," tambahnya.
"Tentu saja tidak ada sensor dari buku apa pun di sini."
Kebebasan literasi pada akhirnya membuat Perpustakaan Nasional Qatar disebut sebagai surga buku dengan koleksi spektakuler oleh para pecinta buku.
[Gambas:Video CNN]
(ard)
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190624184339-269-405975/surga-pecinta-buku-di-perpustakaan-mewah-qatar/
No comments:
Post a Comment